Sejak tahun 2002 sampai saat ini Pemkab Trenggalek berhasil membebaskan lahan warga sekitar 70,21 persen atau 45,6 kilometer untuk pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS). Jika dilihat dari rencana pembangunan JLS di wilayah Trenggalek mendapat jatah pembebasan sekitar 64,8 kilometer.
Dengan masih dibebaskan sekitar 45,6 kilometer, berarti Trenggalek masih punya utang pembebaskan lahan lagi sekitar 19,2 kilometer. “Tugas pemkab hanya membebaskan lahan milik warga dan perhutani, dan sejak tahun 2002 sampai tahun ini, sudah mencapai 70,21 persen,” ungkap Kabag Humas Pemkab Trenggalek Drs. Joko Setiyono, M.Si.
Joko menyatakan, alasan mengapa sampai sekarang masih belum kelar, ada empat kendala dalam pembangunan JLS. Kendala pertama, kawasan perhutani yang dilewati JLS memerlukan proses birokrasi yang cukup panjang, mulai dari tingkat bawah sampai dengan tingkat pusat (Dephut). Sebelum memperoleh izin prinsip pinjam pakai kawasan hutan, tidak diperkenankan memulai kegiatan fisik. Ketika itu dilakukan maka dianggap merambah hutan sesuai dengan Permenhut nomor P.43/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Kendala kedua lanjut Joko, anggaran pembebasan tanah belum bisa dipenuhi untuk tahun ini karena dana APBD terbatas. “Jika tidak salah, anggaran untuk tahun ini hanya Rp 800 juta, jelas itu tidak cukup kalau membebaskan 19,2 kilometer,” ujarnya.
Ketiga, adanya perubahan trase di beberapa titik yang dikarenakan oleh kondisi geografisnya yang tidak mungkin dibangun jalan (ketinggiannya/grade-nya terlalu tajam). Keempat di beberapa titik trase JLS terdapat pemukiman padat sehingga standar minimal lahan yang dibutuhkan tidak memenuhi syarat. “Kendala-kendala seperti ini lah yang mempengaruhi kondisi JLS tidak berjalan maksimal,”katanya.
Joko melanjutkan, kendati ada beberapa kendala, namun Pemkab Trenggalek tetap mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan JLS.
Dengan masih dibebaskan sekitar 45,6 kilometer, berarti Trenggalek masih punya utang pembebaskan lahan lagi sekitar 19,2 kilometer. “Tugas pemkab hanya membebaskan lahan milik warga dan perhutani, dan sejak tahun 2002 sampai tahun ini, sudah mencapai 70,21 persen,” ungkap Kabag Humas Pemkab Trenggalek Drs. Joko Setiyono, M.Si.
Joko menyatakan, alasan mengapa sampai sekarang masih belum kelar, ada empat kendala dalam pembangunan JLS. Kendala pertama, kawasan perhutani yang dilewati JLS memerlukan proses birokrasi yang cukup panjang, mulai dari tingkat bawah sampai dengan tingkat pusat (Dephut). Sebelum memperoleh izin prinsip pinjam pakai kawasan hutan, tidak diperkenankan memulai kegiatan fisik. Ketika itu dilakukan maka dianggap merambah hutan sesuai dengan Permenhut nomor P.43/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Kendala kedua lanjut Joko, anggaran pembebasan tanah belum bisa dipenuhi untuk tahun ini karena dana APBD terbatas. “Jika tidak salah, anggaran untuk tahun ini hanya Rp 800 juta, jelas itu tidak cukup kalau membebaskan 19,2 kilometer,” ujarnya.
Ketiga, adanya perubahan trase di beberapa titik yang dikarenakan oleh kondisi geografisnya yang tidak mungkin dibangun jalan (ketinggiannya/grade-nya terlalu tajam). Keempat di beberapa titik trase JLS terdapat pemukiman padat sehingga standar minimal lahan yang dibutuhkan tidak memenuhi syarat. “Kendala-kendala seperti ini lah yang mempengaruhi kondisi JLS tidak berjalan maksimal,”katanya.
Joko melanjutkan, kendati ada beberapa kendala, namun Pemkab Trenggalek tetap mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan JLS.
0 komentar:
Posting Komentar