“Untuk durian lokal persentase yang dapat dimakan sekitar 3 persen, jadi lebih banyak durian lokal,” ungkap Didik Susanto, kabid Hortikultura Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan (Disperhutbun) Trenggalek kemarin.
Menurut Didik, untuk menghitung persentase yang dapat dimakan pada durian. Yakni, pertama durian utuh ditimbang beratnya. Kemudian dibuka dan dimakan, setelah itu, kulit dan ponggenya (isi durian) ditimbang lagi. “Berdasar hasil tersebut, ternyata durian lokal beratnya lebih kecil dibanding durian montong, artinya, persentase yang dimakan pada durian lokal lebih banyak ketimbang durian asal
Didik menyatakan, untuk durian Trenggalek yang dilombakan yakni durian kunir asal Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo. Durian ini menyabet juara II kalah dari Blitar. Durian ini kalah pada point edible point yakni persentase yang dapat dimakan, dan penampilan. “Durian kami menang pada warna daging dan rasa,” kata Didik.
Dia melanjutkan, pada perlombaan tersebut ada empat kreteria penilian. Pertama pada persentase yang dapat dimakan. Pada kreteria ini nilai maksimalnya 40 persen. Kedua pada penampilan luar bobotnya 30 persen. Ketiga warna daging buah bobotnya 15 persen. Keempat rasa,bobotnya juga 15 persen. “Durian asal Blitar menang pada point pertama dan penampilan luar,” ujarnya.
Didik melanjutkan, kekurangan pada durian kunir, Watulimo yakni bobot persentase yang bisa dimakan kurang dari 40 persen. Kulit durian kunir sangat tebal. Selain penampilan durian tersebut tidak menarik. “Kulit pada durian ini hijau bercampur cokelat, jika warna hijau semua atau hijau campur kunir pasti durian kami juara satu,” jelasnya.
Didik menambahkan, melihat kondisi tersebut tim juri menyarankan ke petani durian kunir agar menjual durian ini dalam keadaan terbuka. Maksudnya, dijual dalam keadaan terkelupas. “Seperti dijual di supermarket atau swalayan,” katanya. Selain itu saran dari juri, agar pemkab untuk lebih memperhatikan lagi petani durian.
0 komentar:
Posting Komentar